Nah, sekarang sudah masuk minggu ke-2. Untuk minggu ini,
temanya adalah ‘Tuliskan sesuatu yang dikatakan seseorang tentang diri kamu
yang tidak dapat kamu lupakan.’
Oke, ini mungkin agak sedikit sulit. Banyak orang pernah
mengatakan banyak hal pada saya, baik itu kata-kata positif atau pun negatif.
Kebanyakan sih, sudah saya lupakan, terutama kata-kata yang negatif. Eh, tapi
enggak juga, sih. Terkadang kata-kata negatif malah perlu diingat, supaya jadi
motivasi atau penyemangat dalam mencapai cit-cita kita. Halah.
Baca juga postingan saya di minggu pertama ya: 10 Hal yang Membuat Saya Bahagia.
Inilah beberapa hal yang pernah dikatakan orang pada saya yang
tak bisa dilupakan sampai sekarang.
1.
“Nah, ini dia, keluarga si berat datang.”
Kalimat itu selalu diucapkan salah satu sepupu saya, yang memang
bertubuh langsing, saat saya dan keluarga saya datang ke acara keluarga. Kebetulan saya dan adik saya yang pertama memang bertubuh besar. Hanya adik saya yang paling
kecil yang badannya tinggi langsing.
Berat badan saya sejak SMA memang agak di atas rata-rata.
Apalagi saya punya kebiasaan,’I eat when
I’m upset.’ Jadi setiap kali saya galau, makanan adalah pelipur lara saya. Saat
orang lain berat badannya turun karena
stress mengerjakan skripsi, berat badan saya naik malah sampai 5 kilo. Gimana nggak naik? Wong begadangnya sambil ngemil.
Hahaha. Alhasil, saya selalu ketawa sendiri kalau melihat foto wisuda saya.
Saya kesal sekali mendengar komentar itu. Tapi saya memutuskan
untuk menjadikan kalimat itu sebagai motivasi untuk menurunkan berat badan.
Jadi saya diet mati-matian supaya langsing. Saya nggak sembarangan diet, loh. Saya konsultasi dengan ahli gizi yang kemudian mengatur
pola makan dan jadwal olah raga saya. Alhamdulillah, saat saya menikah berat
badan saya sudah mencapai berat ideal.
Pelajaran yang bisa diambil adalah jadikan kata-kata negatif
yang diucapkan orang pada kita sebagai motivasi untuk kita menjadi lebih baik.
2.
“Masa’ muridnya miss ada yang nggak tau namanya
miss, loh.”
Kalimat ini pernah diucapkan oleh salah satu teman pengajar
di tempat saya mengajar, beberapa tahun yang lalu. Hal itu dia ungkapkan setelah
beberapa hari sebelumnya ia masuk kelas saya untuk menggantikan saya mengajar,
karena saya absen. Saya memilih untuk tidak menanggapi komentarnya. Soalnya dia
mengucapkan kata-kata itu dengan keras di ruang guru, yang saat itu penuh
dengan guru-guru lain karena kami sedang beristirahat sebentar sebelum waktunya
mengajar lagi.
Kelas yang jadi masalah saat itu adalah kelas anak SMA dengan jumlah murid hampir 20 orang. Menurut saya wajar saja kalau ada satu atau dua anak yang tidak tahu nama saya. Nama saya juga bukan mantra yang harus disebutkan setiap kali saya mengajar.
Teman pengajar yang satu ini memang luar biasa. Saat awal
berkenalan dengannya, saya pikir dia orang baik. Tapi belakangan, sifat aslinya
mulai kelihatan. Ia suka sekali membanggakan dirinya sambil menjatuhkan orang
lain. Terkadang ia membuat cerita versi dia sendiri tentang seseorang, lalu menceritakan lagi pada orang lain. Benar-benar tipe teman yang harus diwaspadai.
Jujur saja, saat saya memeriksa hasil ujian tertulis dan
ujian lisan murid di akhir term, dan
ternyata sebagian besar murid-murid saya mendapat
nilai yang lumayan bagus, di situlah saya merasa puas. (Walaupun tetap ada, sih, beberapa anak yang
nilainya di bawah rata-rata. ) Makanya saya tidak terlalu memusingkan komentar
teman saya tadi. Malah, tidak masalah buat saya kalau mereka tidak ingat nama saya selama mereka mengingat pelajaran yang saya berikan.
Akhirnya si teman pengajar
ini pindah mengajar di tempat lain, karena ia bermasalah juga dengan
beberapa teman pengajar lain.
Mungkin pelajaran yang bisa diambil dari kasus ini adalah,
kita tidak perlu terlalu memikirkan pendapat orang lain, selama kita tidak
melanggar aturan yang ada.
3.
“Anak ini bisa jadi apa saja yang dia mau.”
Dulu sewaktu saya masih kecil, saya dan keluarga pernah
mengunjungi seorang saudara yang dituakan, yang katanya punya indera ke enam.
Kami memanggilnya Eyang Jono. Ingatan saya tentang beliau samar-samar, karena saat
itu saya masih berumur sekitar lima tahun. Tapi lucunya, saya masih bisa
mengingat apa yang beliau katakan pada ibu saya saat itu tentang saya. Katanya saya itu punya banyak kemampuan, dan saat saya besar saya bisa menjadi apa saja yang saya mau.
Walaupun sebenarnya saya kurang percaya diri, tapi memang ada
momen-momen tertentu yang menunjukkan kebenaran kata-kata tersebut. Di saat saya memang bertekad serius melakukan sesuatu, saya bisa menyelesaikan tantangannya. Masalah saya cuma kurang pede aja. Padahal sebenarnya saya mampu.
Tapi kalau dipikir-pikir, mungkin Eyang Jono memang benar. Saya bisa jadi apa saja yang saya mau. Buktinya saya kuliah di jurusan teknik dan lulus sebagai sarjana teknik. Setelah itu saya sempat
punya usaha makanan dan menerima pesanan cake, makanan ringan dan kue ulang tahun. Lalu saya bekerja sebagai
pengajar bahasa inggris, dan sekarang saya mulai menjadi penulis.
Life sometimes is funny, don’t you think?
Dalam hidup ini memang ada yang bisa dan tidak bisa kita kontrol, salah satu yang tidak bisa kita kontrol adalah ucapan atau pendapat orang lain tentang kita. Tapi, tanggapan kita terhadap orang-orang nyinyir itu sepenuhnya kendali kita, jadi kita tinggal pilih aja, mau kita cuekin atau mau kita ajak gelut wkwkwk.
BalasHapusUntuk rekan guru itu untungnya pindah, ya. Enggak nyaman, deh, kalo berlama-lama satu lingkungan dengan orang-orang yang perangainya begitu, ya.
Betul banget, mbak. Kita cuma bisa mengendalikan sikap/tanggapan kita ke orang lain. Makanya saya berusaha selalu bersikap positif dan mengambil hikmahnya aja, walaupun terkadang sempet emosi trus jadi makan lagi deh. Hahaha :D
HapusYa, benar. Untung rekan guru itu akhirnya pindah. Hikmahnya adalah kesan pertama tidak selalu benar, dan saya jadi lebih berhati-hati lagi dalam memilih teman :)